Kamis, 24 Maret 2011

Realisasi Rusunawa di Malang Terhambat Harga Tanah

Rusunawa
Realisasi Rusunawa di Malang Terhambat Harga Tanah
Editor: Robert Adhi Kusumaputra
Sabtu, 19 Maret 2011 | 23:04 WIB
MALANG, KOMPAS.com — Realisasi pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Desa Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, masih terhambat harga lahan yang dinilai terlalu tinggi.
Kepala Kantor Perumahan Kabuapten Malang Wahyu Hidayat, Sabtu (19/3/2011), mengakui, harga lahan yang harus dibebaskan cukup mahal, mencapai Rp 2,5 juta per meter persegi. "Sebelumnya kami tawarkan harga Rp 400.000 per meter persegi, namun warga menolak mentah-mentah. Akhirnya harus kami putuskan, sebab untuk mencari lahan alternatif sudah terlambat karena Kementerian Perumahan Rakyat (Kempera) memberi waktu batas akhir penyelesaian pembebasan lahan akhir Juli 2011," katanya.
Lahan yang dibutuhkan untuk akses jalan menuju rusunawa itu seluas 1.360 meter persegi. Jika memaksakan rusunawa dibangun di Desa Pagentan, anggaran yang harus dikeluarkan Pemkab Malang untuk pembebasan lahan cukup besar, yakni mencapai Rp 3,4 miliar. Sementara lahan untuk pembangunan rusunawa yang mencapai 128 unit itu seluas 1,9 hektar dan lahan tersebut merupakan aset pemkab setempat. Dipilihnya Desa Pagentan itu karena Pemkab Malang sudah memilih lahan di kawasan tersebut.
Wahyu mengatakan, jika pembebasan lahan milik warga tersebut tidak tuntas pada akhir Juli mendatang, maka anggaran bantuan dari pemerintah pusat sebesar Rp 12 miliar akan dialihkan ke kota atau kabupaten lain. Ia mengakui, pembangunan rusunawa yang diputuskan tetap di Pagentan itu, selain karena faktor deadline dari Kempera pada akhir Juli 2011, lokasi tersebut juga dinilai paling strategis, apalagi tim survei dari Kempera juga sudah datang ke lokasi dan menyetujui.
Selain membangun rusunawa, Pemkab Malang juga akan membangun rumah sederhana tapak (RST) lebih dari 5.000 unit yang dikerjakan oleh 10 pengembang. Untuk pembangunan RST tersebut, pengembang mendapatkan subsidi dana untuk sarana dan prasarana dari pemerintah pusat senilai Rp 12,2 miliar. "Kami upayakan pembangunan tempat tinggal bagi warga baik rusunawa maupun rumah sederhana tapak segera terealisasi. Sebab, kebutuhan ketersediaan tempat tinggal bagi masyarakat masih cukup tinggi, yakni sekitar 41.000 unit atau kepala keluarga (KK)," ujarnya.
Jehan:
Pengadaan Rusunawa jangan mencampur aduk APBN dan APBD. Karena, pertama, membuat kekacauan fiskal pusat dan daerah. Kedua, pengelolaan selanjutnya jadi tidak jelas, mengelola aset pusat atau daerah? Padahal tahap pengelolaan adalah tahap penting rusunawa. Ketiga, membebani APBD melalui anggaran pembebasan tanah yang sulit. Sedangkan APBN untuk bangunan tak ada masalah, tinggal dikucurkan dengan enak. Solusi: Jangan APBN dan APBD campuran. Di berbagai negara maju, pengadaan public rental housing dilakukan dengan kerjasama BUMN dan BUMD secara utuh dan sinergis tanpa mencampur-campur aset pusat dan daerah.
properti.kompas.com/read/2011/03/19/23044019/Realisasi.Rusunawa.di.Malang.Terhambat.Harga.Tanah

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda