Kamis, 24 Maret 2011

50 Pemda Berminat Bangun Rumah Supermurah

Investor Daily
Oleh Eko Adityo Nugroho

JAKARTA - Sejumlah pemerintah daerah (pemda) siap mendukung program rumah supermurah dengan menyediakan lahan untuk pembangunan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). "Setidaknya sekitar 50 kabupaten/kota telah siap menyediakan lahan untuk rumah murah masyarakat," ujar Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Suharso Monoarfa seusai menghadiri rapat kerja antara Kemen-pera dan Komisi V DPR RI di Senayan, Jakarta, Rabu (16/3).

Menurut dia, sebanyak 50 kabupaten/kota yang telah menyatakan kesanggupan menyediakan lahan tersebar pada berbagai wilayah di Indonesia. Lahan-lahan yang dibebaskan dibeli pemda dengan harga murah. Pemda juga akan menggandeng sejumlah pengembangperumahan di daerah untuk membangun rumah murah tersebut "Banyak juga pemda yang telah membebaskan lahan dan menyediakan sendiri lahan-lahan yang masih ada untuk perumahan PNS di daerahnya ma-sing-masing," terangnya.

Suharso menambahkan, dirinya merasa gembira karena ada juga pemda di Pulau Jawa yang menyambut baik program rumah murah dengan harga Rp 20-25 juta dan rumah sangat murah Rp 5 -10 juta ini. Dirinya berharap hal ini bisa diikuti oleh pemda lainnya yang masih memiliki daerah yang cukup luas dan harga lahan yang relatif murah.

Beberapa waktu lalu, ungkapnya Suharso sempat melakukan kunjungan kerja ke sejumlah daerah di Jawa Timur, seperti Kota Malang dan Mojokerto. Pemerintah daerah terkait optimistis harga rumah murah bisadirealisasikan. "Mereka juga menyatakan program rumah murah dan rumah sangat murah bisa dibangun bahkan untuk rumah ukuran 36 meterpersegi," tandasnya.

Guna merealisasikan program rumah murah dan sangat murah di Jawa Timur, Suharso menuturkan, pemerintah akan memulainya dengan angka sekitar 6.000 unit rumah. Adapun, harga rumah yang dibangun sekitar Rp 20-25 juta.

Suharso optimistis, banyak pemda akan tertarik ikut serta dalam program ini, menyusul tingginya permintaan rumah masyarakat Pemerintah pusat segera mengucurkan dana pengembangan rumah setelah pemda berhasil menyediakan tanah.

Kemenpera menargetkan pembangunan 100.000 unit rumah murah dan sangat murah pada 2011. Sebanyak 100.000 unit rumah tersebut terbagi dalam dua bidang, yakni 50.000 unit rumah untuk masyarakat yang bankable dan 50.000 unit rumah untuk masyarakat yang non bankable. Namun demikian, hingga saat ini pihaknya masih membahas mengenai berapa anggaran yang akan dikucurkan untuk program ini.

Rumah murah dengan harga sekitar Rp 20-25 juta nantinya diperuntukkan untuk masyarakat yang memiliki pendapatan antara Rp 1,2-2 juta. Sedangkan rumah sangat murah yang har-ganya Rp 5-10 juta untuk masyarakat berpenghasilan kurang dari Rp 1,2 juta.

Kemenpera akan menggunakan program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk membantu pembiayaan perumahan bagi masyarakat Untuk memperoleh rumah murah ini masyarakat tidak perlu membayar uang muka. Sedangkan bunga KPR per tahun sekitar 5-6,42% dan porsi FLPP adalah 80-95%. "Masyarakat nantinya dapat mengangsur cicilan KPR per bulan hanya sekitar Rp 160.000 sampai Rp 220.000 saja," ujar dia.


Butuh Sistem

Dihubungi terpisah, pemerhati perumahan dari ITB Jehansyah Siregar mengungkapkan, beberapa isu terkait pembangunan rumah sangat murah dan penanganan daerah kumuh akhir-akhir ini menunjukkan bahwa kapasitas tata kelola perumahan yang ada sangat tidak memadai. Dia mencontohkan banyak kalangan menganggap program ini dengan pesimistis. Begitu pula soal rumah susun sederhana yang telantar dan penerapan aturan hunian berimbang yang sumir.

"Semuanya belum menemukan arah penanganan yang efektif. Bahkan percepatan pembangunan perumahan pun masih diartikan sangat sederhana sebagai kemudahan perizinan oleh pemda-pemda," tuturnya.

Menurut dia, akar masalah penyediaan rumah di Tanah Air adalah absennya sistem penyediaan perumahan (housing delivery system). Sistem ini harus dibuat pemerintah agar penyediaan perumahan bagi masyarakat teratur dan tepat sasaran.

"Namun membangun sistem penyediaan perumahan itu bukan perkara mudah. Diperlukan kerangka regulasi yang jelas dan rinci, sistem kelembagaan yang tepat, kapasitas sistem yang memadai, dan model penanganan yang teruji, melembaga dan berkelanjutan," jelas Jehansyah. (hut)

http://bataviase.co.id/node/606507

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda