Minggu, 27 Maret 2011

Pengadaan Tanah untuk Perumahan Rakyat Perlu Mekanisme yang tepat


Bapak Menteri Perumahan Rakyat masih saja terus menghimbau agar Pemda segera menyediakan tanah untuk perumahan rakyat. Bahkan pemerintah daerah dituding menomor-duakan sektor perumahan dan lebih mengutamakan fasilitas utama daerah ketimbang pembangunan perumahan (Kompas.com, 23 Maret). Himbauan seperti ini sebenarnya sudah dilakukan sejak periode-periode sebelumnya, namun tidak kunjung efektif menggerakkan pemda untuk bisa melaksanakannya.
Sebenarnya bisa dipahami mengapa pemerintah daerah kesulitan dalam penyediaan lahan perumahan bagi rakyat. Masalahnya adalah mekanisme penyediaan perumahannya seperti apa? Himbauan-himbauan Pak Menteri itu mengarah pada mekanisme alokasi APBD untuk pembelian tanah melalui proyek/panitia pembelian tanah. Mekanisme ini hanya sesuai untuk pengadaan tanah skala kecil untuk keperluan fasilitas kota maupun keperluan sektor (dinas-dinas). Dengan mekanisme proyek/panitia pembelian tanah ini memang masih bisa diperoleh tanah di kota, tapi ukurannya kecil, sekitar 1000 m2 - 5000 m2. Sedangkan tanah untuk perumahan rakyat skalanya besar dan satuannya bukan meter persegi tapi hektar!
Jadi, mekanisme pembelian tanah melalui APBD jelas tidak sesuai untuk pengadaan tanah perumahan rakyat. Selain tidak sesuai ukuran dan bentuknya untuk tanah  perumahan, juga tidak sesuai dengan kapasitas APBD Pemda yang masih kesulitan untuk membiayai prasarana dan fasilitas kota lainnya.
Beberapa kasus pembangunan Rusunawa sudah terjadi seperti itu, yaitu menggunakan tanah-tanah ukuran kecil. Di beberapa kasus di atas tanah ukuran 3.500 m2 pun dipaksakan dibangun Rusunawa. Karena tidak cukup, terpaksa dibangun setengah twin-blok. Ini mekanisme pengadaan tanah perumahan yang tidak tepat. Pembangunan Rusunawa dengan cara begini mengakibatkan kekacauan penataan ruang dan perencanaan prasarana dan fasilitas kota akibat konsentrasi yang menyebar kecil-kecil (scattered). Apakah untuk melayani setengah twin-blok harus disediakan halte bis, pasar, puskesmas dan sekolah dasar, misalnya?Akhirnya pola seperti ini membebani daya dukung prasarana dan fasilitas lingkungan yang tidak memadai.
Kesimpulannya, Pemerintah Pusat perlu memberi contoh pengadaan tanah untuk perumahan rakyat, terutama melalui public housing delivery system yang hanya bisa dikelola lembaga berbentuk korporasi publik dan bersifat dedicated authority. Belajar dari HDB, BUMN perumahan di Singapura, di dalam undang-undangnya disebut There is hereby established a body to be known as the Housing and Development Board which is a body corporate and has perpetual succession and may sue and be sued in its corporate name.
Di dalam prakteknya, lahan yang dipilih adalah lahan yang belum terapresiasi oleh prasarana dan fasilitas kota. Artinya ini lahan di luar atau di pinggir kota. Pemerintah merencanakan dan menyiapkan lahan untuk permukiman skala besar dan dilengkapi dengan berbagai prasarana dan fasilitas. Ini pekerjaan besar yang hanya bisa dikelola melalui mekanisme korporasi publik.
Kapasitas sebagian besar Pemda/Pemko tidak mampu melaksanakan mekanisme ini, kecuali kota-kota metropolitan seperti Pemda DKI Jakarta dan Surabaya. Pemerintah di negara lain mencontohkannya lebih dulu melalui BUMN Perumahan, baru kemudian diikuti dan didukung BUMD Perumahan.
Cukup mengherankan juga, mengapa Kempera begitu enggan untuk memperkuat BUMN perumahan seperti Perumnas. Jangan sampai hanya karena tidak ingin dikelola BUMN dan BUMD, maka dipaksakan juga menggunakan APBN (FLPP dan Rusunawa) dan APBD (dengan cara menghimbau-himbau Pemda inilah).
Hendaknya urusan perumahan ini tidak dijalankan dengan insting dan common sense saja. Karena ada konsep mekanismenya, yaitu yang disebut multi moda housing delivery system. Perlu diperhatikan, bahwa pasal 2 PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan menyebutkan masih adanya kewajiban Pemerintah pusat dalam urusan perumahan rakyat! Yaitu melalui urusan pemerintahan yang dibagi bersama. Di sinilah letak tanggung jawab Pemerintah pusat untuk mengembangkan kapasitas, mengembangkan model penanganan dan membangun sistem penyediaan perumahan yang baik.
Salam,
Jehan

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda